DHAMMAN DAN KAFALAH
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Materi Fiqih II
Pengampu : Enjang
Burhanudin Y. M.Pd.
Disusun Oleh:
1.
Anjani Maula 1323301061
2.
Nur ali subhan 1323301124
3.
Tuti Alliatul M 1323301198
4.
Mar’atus Sholihah 1323301236
5 PAI A
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
PURWOKERTO
2015
A.
PENDAHULUAN
Dalam kehidupan
sehari-hari, manusia tidak dapat berdiri sendiri, tetapi selalu mebutuhkan
bantuan orang lain, baik untuk memenuhi kepentingannya sendiri maupun untuk kepentingan orang lain.
Setiap manusia pada
dasarnya saling membutuhkan bantuan dari sesamanya dalam berbagai pekerjaan
yang dapat mendatangkan manfaat bagi kehidupannya, dalam arti manusia akan
selalu membutuhkan pertolongan dari orang lain. Dalam agama Islam pada hal
tolong-menolong sudah ada aturannya yaitu tolong-menolong dalam hal kebaikan.
Islam merupakan agama
yang lengkap dengan segala perbuatannya, baik yang berhubungan dengan sesama
manusia maupun yang berhubungan dengan Sang pencipta-Nya yaitu Allah SWT.
sejalan dengan itu, hukum Islam disyariatkan untuk mengatur segala perbuatan
dan tingkah laku manusia di muka bumi dalam rangka mencari ridha Allah SWT,
sehingga semua urusan manusia diatur dengan ketentuan hukum yang jelas dan
pasti. Ketentuan syara’ yang berkenaan dengan hak-hak adami manusia itu harus
dilaksanakan dengan baik dan bertanggungjawab.
Berdasarkan penjelasan
singkat di atas, yang menjadi fokus pembahasan penulis dalam makalah ini adalah
mengenai dhaman dan kafalah.
B.
PENGERTIAN DHAMMAN[1]
Dhaman dari segi bahasa
berarti tangungan atau jaminan.[2]Dhammandari segi istilah adalah suatu ikrar
atau lafadz yang disampaikan berupa perkataan atau perbuatan untuk menjamin
pelunasan hutang seseorang. Dengan demikian, kewajiban membayar hutang atau
tanggungan itu berpindah dari orang yang berhutang kepada orang yang menjamin
pelunasan hutangnya. hukumnya boleh dan sah dalam arti diperbolehkan oleh
syariat Islam, selama tidak menyangkut kewajiban yang berkaitan dengan hak-hak
Allah. Firman Allah Swt. QS Yusuf ayat 72
(#qä9$s%ßÉ)øÿtRtí#uqß¹Å7Î=yJø9$#`yJÏ9uruä!%y`¾ÏmÎ/ã@÷H¿q9Ïèt/O$tRr&ur¾ÏmÎ/ÒOÏãyÇÐËÈ
72. Penyeru-penyeru itu berkata: "Kami
kehilangan piala Raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh
bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya".
C.
Syarat dan Rukun Dhamman
Rukun
Dhamman antara lain:
1.
Penjamin (damin)
2.
Orang yang dijamin hutangnya (mahmu ‘anhu)
3.
Penagih yang mendapat jaminan
4.
Lafal atau ikrar
Adapun syarat dhamman antara lain:
1.
Syarat penjamin
a.
Dewasa (baligh)
b.
Berakal (tidak gila atau waras)
c.
Atas kemauan sendiri (tidak terpaksa)
d.
Orang yang diperbolehkan membelanjakan hartanya
e.
Mengetahui jumlah atau kadar hutang yang dijamin
2.
Syarat orang yang dijamin, yaitu orang yang berdasarkan hukum
diperbolehkan untuk membelanjakan harta
3.
Syarat orang yang menagih hutang, dia diketahui
keberadaannya oleh orang yang menjamin
4.
Syarat harta yang dijamin antara lain:
a.
Diketahui
jumlahnya
b.
Diketahui ukurannya
c.
Diketahui kadarnya
d.
Diketahui keadaannya
e.
Diketahui waktu jatuh tempo pembayaran.
5.
Syarat lafadz (ikrar) yaitu dapat dimengerti yang
menunjukkan adanya jaminan serta pemindahan tanggung jawab dalam memenuhi
kewajiban pelunasan hutang dan jaminan ini tidak dibatasi oleh sesuatu, baik
waktu atau keadaan tertentu.
D. Pengertian
Kafalah[3]
Kafalah menurut bahasa berarti menanggung.
Firman Allah Swt. Dalam Q.S Al-Maryam ayat 37 :
“Dan Dia
(Allah) menjadikan Zakarya sebagai penjamin (Maryam)”
Menurut
istilah arti kafalah adalah menanggung atau menjamin seseorang untuk
dapat dihadirkan dalam suatu tuntutan hukum di Pengadilan pada saat dan tempat
yang ditentukan.
Sedangkan
menurut Abdul Rahman Ghazaly dkk, Kafalah menurut istilah didefinisikan oleh
ulama sebagai berikut:
1.
Menurut Hasby Ash Shiddiqie
“menggabungkan Dzimmah (tanggung jawab) kepada
dzimmah yang lain dalam penagihan”
2.
Menurut Madzhab Syafi’i
“Akad yang menetapkan hak pada tanggungan (beban)
yang lain atau menghadirkan zat benda yang dibebankan atau menghadirkan badan
oleh orang yang berhak menghaadirkannya.”
3.
Menurut Hanafiyah
“proses penggabungan tanggungan kafiil menjadi
tanggung ashiil dalam tuntutan /permintaan dengan materi atau utang atau barang
atau pekerjaan”.
Dari beberapa definisi di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwa kafalah/dhamman adalah transaksi yang menggabungkan dua
tanggungan (beban) untuk memenuhi kewajiban baik berupa hutang, uang, barang,
pekerjaan, maupun badan.[4]
E. Dasar
Hukum Kafalah
Dasar hukum
kafalah Kafalah disyaratkan Allah SWT, terbukti dengan firman-Nya, dalam Q.S
yusuf ayat 72 : dan siapa yang dapat mengembalikan piala raja, maka ia akan
memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan Aku menjamin
terhadapnya".
Dalam sebuah
riwayat juga dijelaskan, “Bahwa Nabi SAW. Pernah menjamin sepuluh dinar dari
seseorang laki-laki yang oleh penagih ditetapkan untuk menagih sampai sebulan,
maka hutang sejumlah itu dibayar kepada penagih”(HR.Ibnu Majah).
Serta Sabda Rasulullah saw.[5]:
“Penjamin
adalah orang yang berkewajiban membayar”. (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
F.
Syarat dan Rukun Kafalah
Di dalam buku fiqih muamalat karya Abdul Rohman dkk, adapun syarat
dan rukun kafalah diantaranya :
a.
Kafiil, yang dimaksud adalah orang yang berkewajiban melakukan
tanggungan (makhful bihi). Orang yang bertindak sebagai kafiil diisyaratkan
adalah orang yang dewasa(baligh), berakal, berhak penuh untuk bertindak dalam
urusan hartanya, dan rela dengan kafalah. Kafiil tidak boleh orang gila dan
juga anak kecil. Sekalipun ia telah dapat membedakan sesuatu (tamyiz). Kafiil
juga dapat disebut dhamin (orang yang menjamin), zaim (penanggung jawab),
hamiil (orang yang menanggung beban berat) atau qobiil (orang yang menerima).
b.
Makful anhu (ashiil), yaitu orang yang berhutang. Yaitu orang yang
ditangggung. Tidak disyaratkan baligh, berakal, kehadiran, dan kerelaannya dengan
kafalah.
c.
Makhful lahu, yaitu orang yang memberi hutang (berpiutang).
Disyaratkan diketahui dan dikenal oleh orang yang menjamin. Hal ini supaya
lebih mudah dan disipln.
d.
Makhful bihi, yaitu sesuatu yang dijamin berupa orang atau barang
atau pekerjaan yang wajib dipenuhi oleh orang yang keadaannya ditanggung
(ashiil/makhful anhu).
e.
Lafadz, yaitu lafal yang menunjukkan arti menjamin.
Dijelaskan oleh
sayyid sabikh bahwa kafalah dapat dinyatakan sah dengan melakukan lafal sebagai
berikut : “aku menjamin si A sekarang”, “aku tanggung atau aku jamin atau “aku
tanggulangi atau aku sebagai penanggung untukmu”, atau penjamin atau hakmu
padaku atau aku berkewajiban”. Semua ucapan ini dapa dijadikan sebagai
pernyataan kafalah.
Apabila lafadz
kafalah telah dinyatakan maka hal itu mengikat kepada utang yang akan
diselesaikan. Artinya, utang tersebut wajib dilunasi oleh kafiil secara kontan
atau kredit. Jika utang itu harus dibayar kontan si kafiil dapat minta syarat
penundaan dalam jangka waktu tertentu. Hal ini dibenarkan berdasarkan hadis
yang diriwayatkan oleh ibnu majah dari ibnu abas bahwa nabi SAW., menanggung
sepuluh dinar yang diwajibakan membayarnya selama satu bulan, beliau
melakukannya.[6]
Menurut mazhab
Hanafi bahwa rukun kafalah adalah satu, yaitu ijab dan qabul
(al-Jaziri,1969:226).
Sedangkan
menurut para ulama yang lain bahwa rukun dan syarat kafalah adalah sebagai
berikut[7]:
a.
Dhamin, Kafil atau Zaim, yaitu orang yang menjamin, dimana ia
disyaratkan sudah baligh, berakal, tidak dicegah membelanjakan hartanya
(mahjur) dan dilakukan dengan kehendaknya sendiri.
b.
Madmun lah, yaitu orang yang berpiutang, syaratnya ialah bahwa yang
berpiutang diketahui oleh orang yang menjamin.
c.
Madmun ‘anhu atau makful ‘anhu adalah orang yang berutang.
d.
Madmun bih atau makful bih adalah utang, barang atau orang,
disyaratkan pada makful bih dapat diketahui dan tetap keadaannya, baik sudah
tetap maupun akan tetap.
e.
Lafadz, disyaratkan keadaan lafadz itu berarti menjamin, tidak
digantungkan kepada sesuatu dan tidak berarti sementara
G.
Macam-macam Kafalah
Macam-macam kafalah Secara garis
besar, kafalah dapat dibedakan menjadi al-kafalah bil mal dan al-kafalah bin
nafs. Al-kafalah bil mal merupakan jaminan pembayaran barang atau pelunasan
hutang. Sedangkan al-kafalah bin nafs merupakan akad pemberian jaminan atas
diri.
Dalam buku Fiqih Muamalat, secara
garis besar kafalah dibedakan menjadi dua :
a.
Kafalah dengan jiwa disebut juga jaminan muka. Yaitu keharusan bagi
si kafiil untuk menghadirkan orang yang ia tanggung kepada orang yang ia
janjikan tanggungan (makhful lahu atau orang yang berpiutang). Jika
persoalannya menyangkut kepada hak manusia maka orang yang dijamin tidak mesti
mengetahui persoalan karena ini menyangkut badan bukan harta.
b.
Kafalah harta, yaitu kewajiban yang harus dipenuhi oleh kafiil
dengan pemenuhan berupa harta.
Kafalah dengan harta terbagi menjadi 3 :
1)
Kafalah bi al-Dain, yaitu kewajiban membayar hutang yang menjadi
tanggungan orang lain. Hal ini didasarkan oleh hadis nabi. Qatadah berkata :
wahai Rosullulloh shalatkanlah dia dan saya yang berkewajiban untuk membayar
hutangnya. Lalu rosullulloh mensholatkannya.(HR.Bukhori)[8]
2)
Kafalah dengan menyerahkan materi
Yaitu kewajiban menyerahkan benda tertentu yang ada ditangan orang
lain seperti menyerahkan barang jualankepada si pembeli, mengembalikan barang
yang dighasab dan sebagainya.
3)
Kafalah dengan aib
yaitu menjamin barang, dikhawatirkan benda yang akan dijual
tersebut terdapat masalh atau aib dan cacat atau bahaya karena waktu yang
terlalu lama atau karena hal-hal lain, maka si kafiil bertindak sebagai
penjamin bagi si pembeli. Seperti jika tampak bukti bahwa barang yang dijual
adalah milik orang lain bukan milik penjual atau barang itu sebenarnya barang
gadaian yang hendak dijual.[9]
Sebagai contoh dalam praktik perbankan, seseorang nasabah mendapat
pembiayaan dengan jaminan reputasi dan nama baik seseorang tokoh masyarakat.
H. Hikmah
Kafalah[10]
Adapun hikmah yang dapat diambil dari kafalah adalah
sebagai berikut:
a.
Adanya unsur tolong menolong antar sesama manusia.
b.
Orang yang dijamin (ashiil) terhindar dari
perasaan malu dan tercela.
c.
Makful lahu akan terhindar dari unsur penipuan.
Sedangkan Hikmah dhaman sebagai berikut:
a.
Munculnya rasa aman dari peminjam (penghutang).
b.
Munculnya rasa lega dan tenang dari pemberi hutang
c.
Terbentuknya sikap tolong menolong dan persaudaraan
d.
Menjamin akan mendapat pahala dari Allah Swt.[11]
I. KESIMPULAN
Dari
beberapa penjelasan diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa Dhammandari segi istilah adalah suatu ikrar
atau lafadz yang disampaikan berupa perkataan atau perbuatan untuk menjamin
pelunasan hutang seseorang. Sedangkan Kafalah adalah menanggung atau menjamin
seseorang untuk dapat dihadirkan dalam suatu tuntutan hukum di Pengadilan pada
saat dan tempat yang ditentukan.
Hukum
dhamman boleh dan sah dalam arti diperbolehkan oleh syariat Islam, selama tidak
menyangkut kewajiban yang berkaitan dengan hak-hak Allah.Rukun Dhamman antara lain:Penjamin (damin), Orang yang dijamin
hutangnya (mahmu ‘anhu), Penagih yang mendapat jaminan, Lafal atau ikrar.
Dengan
adanya kafalah hikmah yang dapat diambil
dari kafalah adalah sebagai berikut:Adanya unsur tolong menolong antar sesama
manusia.Orang yang dijamin (ashiil) terhindar dari perasaan malu dan
tercela.Makful lahu akan terhindar dari unsur penipuan.Sedangkan Hikmah
dhaman sebagai berikut:Munculnya rasa aman dari peminjam (penghutang).Munculnya
rasa lega dan tenang dari pemberi hutang.Terbentuknya sikap tolong menolong dan
persaudaraan.Menjamin akan mendapat pahala dari Allah Swt.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Siswa Fiqih Kurikulum 2013 Madrasah Aliyah
Kelas 10.pdf
http://nuranifitriana1998.blogspot.co.id/2014/04/makalah-dhaman.htmDiakses pada tanggal 5 oktober 2015
pukul 09.37.
http://syafrudinarief.blogspot.co.id/2013/04/telaah-fiqh-wakalah-sulhu-dhaman-dan.html. Diakses pada 8 oktober 2015.
Rahman,
Abdul. Ghazaly dkk. 2012. Fiqih Muamalat. Jakarta: kencana Prenada media
grup.
[1]
Buku Siswa Fiqih Kurikulum 2013 Madrasah Aliyah
Kelas 10.pdf
Diakses pada tanggal
5 oktober 2015 pukul 09.37.
[3]
Buku SiswaFiqih Kurikulum 2013 Madrasah Aliyah Kelas 10.pdf
[4]Abdul
Rahman Ghazaly dkk, Fiqih Muamalat, (jakarta,kencana Prenada media
grup,2012),hlm. 205.
[5]
Buku SiswaFiqih Kurikulum 2013 Madrasah Aliyah Kelas 10.pdf
[6]
Abdul Rahman Ghazaly dkk, Fiqih Muamalat, (jakarta,kencana Prenada media
grup,2012),hlm.206-207.
[8]
Disyaratkan dalam hutang tersebut sebagai berikut : !) hendaknya nilai hutang
tersebut tetap pada waktu terjadi transaksi jaminan seperti utang qiradh, upah
atau mahar, seperti orang berkata “juallah benda ini kepada si A dan aku
berkewajiban menjamin pembayarannya dengan harga sekian maka harga
penjualan tersebut jelas. 2) barangnya diketahui, menurut Syafi’i dan ibnu
hazm. Maka tidak sah menjamin barang yang tidak diketahui karena itu termasuk
gharar. Tetapi menurut abu hanifah, malik, dan ahmad boleh menjamin sesuatu
yang tidak diketahui. Lihat Abdul Rahman Ghazaly dkk, Fiqih Muamalat,
(jakarta,kencana Prenada media grup,2012),hlm. 208.
[9]Abdul
Rahman Ghazaly dkk, Fiqih Muamalat, (jakarta,kencana Prenada media
grup,2012),hlm. 208.
[10]
Sedangkan Wahbah Zuhaily mencatat hikmah tasry’ dari kafalah mendatangkan untuk
memperkuat hak, merealisasikan sifat tolong menolong, mempermudah transaksi
dalam pembayaran hutang, harta dan pinjaman. Supaya orang yang memiliki hak
mendapatkan ketenangan terhadap hutang yang dipinjamkan kepada orang lain.
Lihat Abdul Rahman Ghazaly dkk, Fiqih Muamalat, (jakarta,kencana Prenada
media grup,2012),hlm. 210.
[11]
Buku SiswaFiqih Kurikulum 2013 Madrasah Aliyah Kelas 10.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar