KEDUDUKAN ILMU MATEMATIKA DALAM PERSPEKTIF
Q.S AR-RAHMAN AYAT 33
Makalah ini disusun Guna Memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah Tafsir Hadis Tarbawi
Pengampu : Munawir, S.Th.I.,M.S.I
Disusun Oleh:
Tuti Aliatul Mubarokah 1323301198
6 PAI A
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
PURWOKERTO
2016
A.
Pendahuluan
Ilmu menempati
kedudukan yang sangat penting dalam ajaran Islam, hal ini terlihat dari
banyaknya ayat al-Qur’an yang memandang orang berilmu dalam posisi yang tinggi
dan mulya disamping hadis-hadis nabi yang banyak memberi dorongan bagi umatnya
untuk terus menuntut ilmu. Dalam al-Qur’an, kata ilmu dalam berbagai bentuknya
digunakan lebih dari 800 kali, ini menunjukkan bahwa ajaran Islam sebagaimana
tercermin dari al-Qur’an sangat kental dengan nuansa nuansa yang berkaitan
dengan ilmu, sehingga dapat menjadi ciri penting dari agama Islam sebagamana
dikemukakan oleh Dr Mahadi Ghulsyani bahwa salah satu ciri yang membedakan
Islam dengan yang lainnya adalah penekanannya terhadap masalah ilmu (sains),
al-Qur’an dan Sunnah mengajak kaum muslim untuk mencari dan mendapatkan Ilmu
dan kearifan ,serta menempatkan orang-orang yang berpengetahuan pada derajat
tinggi. Dalam QS. al-Mujadilah ayat 11, Allah SWT., berfirman bahwa Allah
meninggikan beberapa derajat (tingkatan) orang-orang yang berirman diantara
kamu dan orang-orang yang berilmu (diberi ilmu pengetahuan). dan Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Ayat di atas
dengan jelas menunjukan bahwa orang yang beriman dan berilmu akan menjadi
memperoleh kedudukan yang tinggi. Keimanan yang dimiliki seseorang akan menjadi
pendorong untuk menuntut Ilmu, dan Ilmu yang dimiliki seseorang akan membuat
dia sadar betapa kecilnya manusia dihadapan Allah, sehingga akan tumbuh rasa
kepada Allah bila melakukan hal-hal yang dilarangnya, hal ini sejalan dengan
firman Allah dalam QS. Fathir ayat 28 yang menerangkan bahwa Sesungguhnya
yang takut kepada Allah di antara hamba hambanya hanyaklah ulama (orang
berilmu). (QS. Fathir : 28).
Ayat-ayat
tersebut, jelas merupakan sumber motivasi bagi umat Islam untuk tidak pernah
berhenti menuntut ilmu, untuk terus membaca, sehingga posisi yang tinggi
dihadapan Allah akan tetap terjaga, yang berarti juga rasa takut kepada Allah
akan menjiwai seluruh aktivitas kehidupan manusia untuk melakukan amal shaleh, dengan
demikian nampak bahwa keimanan yang dibarengi denga ilmu akan membuahkan amal,
sehingga Nurcholis Madjid menyebutkan bahwa keimanan dan amal perbuatan Ilmu
pengetahuan menurut Islam membentuk segi tiga pola hidup yang kukuh ini seolah
menengahi antara iman dan amal.[1] Di
samping ayat–ayat al-Qur’an, banyak hadis Nabi yang memberikan dorongan kuat
untuk menuntut Ilmu Pengetahuan.
B.
Pengertian Ilmu
Ilmu berasal
dari bahasa Arab ‘alima, ya’lamu, ‘ilman, dengan fa’ila, yaf’alu
yang berarti mengerti, benar-benar memahami. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
ilmu berarti pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem
menurut metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan
gejala-gejala tertentu di bidang pengetahuan itu.[2]
Dalam buku
filsafat ilmu karya Amsal Bachtiar dijelaskan bahwa ciri-ciri ilmu menurut
terminologi antara lain adalah:
1.
Ilmu
adalah sebagian pengetahuan bersifat koheren, empiris, sistematis, dapat
diukur, dan dibuktikan.
2.
Ilmu
tidak pernah mengartikan kepingan pengetahuan satu putusan tersendiri,
sebaliknya ilmu menandakan seluruh kesatuan ide yang mengacu ke objek yang sama
dan saling berkaitan secara logis.
3.
Ilmu
tidak memerlukan kepastian lengkap berkenaan dengan masing-masing penalaran
perorangan.
4.
Metode-metode
yang berhasil dan hasil-hasil yang terbukti pada dasarnya harus terbuka kepada
semua pencari ilmu.
5.
Ilmu
ialah metodologi, karena ilmu menuntut pengamatan dan berpikir metodis, tertata
rapi.
6.
Kesatuan
setiap ilmu bersumber di dalam kesatuan objeknya.
Mohammad Hatta, mendefinisikan ilmu adalah pengetahuan yang teratur
tentang pekerjaan hukum kausal dalam suatu golongan masalah yang sama
tabiatnya, maupun menurut kedudukannya tampak dari luar, maupun menurut
bangunannya dari dalam. Imam Al Ghazali menjelaskan bahwa ilmu merupakan
pengenalan, dan imu merupakan masalah per-orangan serta ilmu merupakan penemuan
semacam penemuan diri.[3]Sedangkan
Ashley Montagu, Guru Besar Antropologi di Rutgers University menyimpulkan bahwa
ilmu adalah pengetahuan yang disusun dalam satu sistem yang berasal dari
pengamatan, studi, percobaan, untuk menentukan hakikat prinsip tentang hal yang
sedang dikaji.
Dari pendapat beberapa tokoh di atas dapat disimpulkan bahwa ilmu
adalah sebagian pengetahuan yang mempunyai ciri, tanda, dan syarat tertentu
yaitu sistematik, rasional, empiris, universal, objektif, dapat diukur,
terbuka, dan kumulatif. Sedangkan pengetahuan adalah keseluruhan pengetahuan
yang belum tersusun, baik mengenai metafisik maupun fisik.
C.
Kedudukan Ilmu
Mencari dan
menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi seorang muslim baik laki-laki maupun
perempuan. Rasululullah SAW., menjadikan kegiatan menuntut ilmu dan pengetahuan
yang dibutuhkan oleh kaum Muslimin untuk menegakkan urusan-urusan agamanya,
sebagai kewajiban yang Fardlu ‘Ain bagi setiap Muslim. Ilmu yang Fardlu
Ain yaitu ilmu yang setiap orang yang sudah berumur aqil baligh wajib
mengamalkannya yang mencakup; ilmu aqidah, mengerjakan perintah Allah, dan
meninggalkan laranganNya.
Manusia diberi potensi
oleh Allah Swt. berupa akal. Akal ini harus terus diasah, diberdayakan dengan
cara belajar dan berkarya. Dengan belajar, manusia bisa mendapatkan ilmu dan
wawasan yang baru. Dengan ilmu, manusia dapat berkarya untuk kehidupan yang
lebih baik. Nabi Muhammad saw. bersabda:
“Dari Anas ibn Malik r.a. ia berkata, Rasulullah saw.
bersabda: “Menuntut ilmu itu adalah kewajiban bagi setiap orang Islam”.(H.R. Ibn Majah)
Tentang pentingnya
menuntut ilmu, Imam Syafi‘i dalam kitab Diwan juga menegaskan:
“Barang siapa yang menghendaki dunia, maka harus dengan ilmu. Barang siapa
yang menghendaki akhirat maka harus dengan ilmu.”
Nasihat Imam Syafi‘i
tersebut mengisyaratkan bahwa kemudahan dan kesuksesan hidup baik di dunia
maupun di akhirat dapat dicapai oleh manusia melalui ilmu pengetahuan. Ilmu
pengetahuan tidak akan mudah diperoleh, kecuali dengan beberapa cara dan
strategi yang harus dilalui. Dalam hal ini Imam Syafi‘i dalam kitab Diwan menegaskan:
“Saudaraku, engkau
tidak akan mendapatkan ilmu kecuali setelah memenuhi enam syarat, yaitu:
kecerdasan, kemauan yang kuat, kesungguhan, perbekalan yang cukup, dan
kedekatan dengan guru dalam waktu yang lama.”
Ungkapan Imam Syafi‘i
di atas penting diketahui oleh orang-orang yang sedang asyik menuntut ilmu.
Cara ini perlu dilakukan agar berhasil. Perlu adanya semangat juang, harus
dekat, akrab, dan hormat kepada guru agar ilmunya berkah. Mencari ilmu juga
perlu waktu yang lama.[4]
Dari
beberapa keterangan diatas dapat dipahami bahwa begitu pentingnya ilmu bagi
kehidupan kita. Dan dapat kita pahami pula bahwa Nabi selalu mengingatkan para
sahabat dan umatnya untuk selalu menuntut ilmu dan memberi penghargaan yang
besar bagi para penuntut ilmu. Namun Rasulullah SAW., juga mengingatkan agar
mencari ilmu tetap harus dalam koridor mengharapkan ridla Allah SWT. Hanya ilmu
yang bermanfaat di akhirat dan dunia yang menghasilkan RidlaNya. Manfaat ilmu
hanya didapatkan jika disertai dengan niat dan tujuan baik dan benar ketika
menuntutnya. Dengan niat baik dan benar, ilmu yang diperoleh diharapkan
bermanfaat dan pahalanya tetap mengalir, meskipun pemiliknya telah meninggal
dunia, sebagamaimana janji Rasulullah SAW.
D.
Dalil Mengenai Ilmu Matematika, Kealaman, dan Keantariksaan
1.
Q.S
Ar-Rahman : 33
“Wahai golongan jin dan
manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka
tembuslah! Kamu tidak akan mampu menembusnya kecuali dengan kekuatan (dari
Allah Swt.)”. (Surah ar-Rahman/55: 33)
Dari Isi kandungan
surah ar-Rahman/55: 33 dapat kita ketahui bahwa Allah memerintahkan
kepada golongan jin dan manusia untuk menembus (melintasi) ke penjuru langit
dan bumi, arti perintah Allah ini hanya sekedar tantangan Allah untuk menguji
dan melemahkan jin dan manusia. Jika mereka kuasan untuk keluar penjuru langit
dan bumi dan semacamnya itu hanya ketentuan dan kekuasaan dari Allah SWT.
Mereka pun tidak mampu
menembus (melintasi) kecuali dengan kekuatan, dan mereka tidak mempunyai
kekuatan untuk menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi dan juga mereka
tidak kuasa. Dan yang dimaksud سلطان di sini
adalah Dzat yang mempunyai kekuatan dan menguasai untuk memerintah.
Ayat di atas pada masa
empat belas abad yang silam telah memberikan isyarat secara ilmiyah kepada
bangsa Jin dan Manusia, bahwasanya mereka telah di persilakan oleh Allah untuk
mejelajah di angkasa luar asalkan saja mereka punya kemampuan dan kekuatan, kekuatan
yang dimaksud di sisni sebagaimana di tafsirkan para ulama adalah ilmu
pengetahuan atau sains dan teknologi, dan hal ini telah terbukti di era
modern sekarang ini, dengan di temukannya alat transportasi yang mampu menembus
angkasa luar, bangsa-bangsa yang telah mencapai kemajuan dalam bidang sains dan
teknologi telah berulang kali melakukan pendaratan di Bulan, dan dapat kembali
lagi ke bumi.
Kemajuan yang telah diperoleh oleh bangsa-bangsa yang maju (bangsa
barat) dalam bidang ilmu pengetahuan, sains dan teknologi di abad modern
ini, sebenarnya merupakan kelanjutan dari tradisi ilmiah yang telah
dikembangkan oleh ilmuan-ilmuan muslim pada abad pertengahan.
2. Hadis Nabi
Di antara hadis Nabi SAW., yang
berisi petunjuk tentang pentingnya mempelajari ilmu Astronomi, Matematika dapat
dilihat pada hadis berikut:
حدثنا علي بن حجر أخبرنا عبد الرحمن بن أبي الزناد عن أبيه عن خارجة بن زيد عن
ثابت عن أبيه زيد بن ثابت قال : أمرني رسول الله صلى الله عليه وسلم أن أتعلم له
كتاب يهود قال إني والله ما آمن يهود على كتاب قال فما مر بي نصف شهر حتى تعلمته
له قال فلما تعلمته كان إذا كتب إلى يهود كتبت إليهم وإذا كتبوا إليه قرأت له
كتابهم قال أبو عيسى هذا حديث حسن صحيح
وقد روي من غير هذا الوجه عن زيد بن ثابت رواه الأعمش عن ثابت بن عبيد الأنصاري عن زيد بن ثابت قال أمرني رسول الله صلى الله عليه وسلم أن أتعلم السريانية قال الشيخ الألباني : حسن صحيح
وقد روي من غير هذا الوجه عن زيد بن ثابت رواه الأعمش عن ثابت بن عبيد الأنصاري عن زيد بن ثابت قال أمرني رسول الله صلى الله عليه وسلم أن أتعلم السريانية قال الشيخ الألباني : حسن صحيح
Artinya: Zaid ibn
Tsabit, ia berkata: Rasulullah SAW memerintahkan kepadaku untuk mempelajari
bahasa Ibrani guna menterjemahkan surat orang-orang Yahudi. Zaid berkata dengan
nada semangat:”Demi Allah, sesungguhnya akan kubuktikan kepada orang-orang
Yahudi bahwa aku mampu menguasai bahasa mereka.” Zaid melanjutkan: “setengah
bulan berikutnya aku mempelajarinya untuk Nabi SAW dengan tekun dan setelah aku
menguasainya, maka aku menjadi juru tulis Nabi SAW apabila beliau berkirim
surat kepada mereka, akulah yang menuliskannya; dan apabila beliau menerima
surat dari mereka, akulah yang membacakan dan yang menerjemahkannya untuk Nabi
SAW.
Hadis Nabi SAW
menggunakan perkataan السريانية adalah untuk menggungkapkan Bahasa Suryani. AJ. Wensinck di
dalam kitabnya yang berjudul: al-Muj’am al-Mufahras li Al-fadz al-Hadis
al-Nabawi, mencatat bahwa, perkataan al-suryaniyyat tersebut dijumpai dalam
beberapa kitab Hadis, salah satu diantaranya adalah kitab : al-Jami’ al-Sahih,
Jilid 1, bab Fi Ta’lum al-Suryaniyyat karya al-Tirmidzi,
Menurut riwayat lain,
bahwa Zayd ibn Tsabit, ia berkata: Rasulullah SAW telah menyuruh aku belajar
bahasa Suryani. Berkata Syekh al-Bani Hadis ini Hasan Shahih.(Abi Isa Muhammad
ibn Isa ibn Saurat al-Tirmizy,tt:67).
Dalam Hadis ini Nabi
SAW menganjurkan Zaid ibn Tsabit untuk mempelajari bahasa Suryani. Muncul
sebuah pertanyaan, kenapa Nabi SAW menganjurkan sahabat dan sekretaris beliau
tersebut mempelajari bahasa Suryani? Dari sejarah peradaban dapat diketahui
bahwa, banyak ilmu-ilmu yunani telah diterjemahkan ke dalam bahasa Suryani,
misalnya filsafat, astronomi, matematika, kedokteran, dan lain-lain. Ini
berarti bahwa, Nabi SAW menganjurkan umat Islam mempelajari filsafat,
astronomi, matematika dan kedokteran yang terdapat dalam bahasa Suryani
tersebut.
Sehubungan dengan ini, Imam Syafi’i (150/767-205/820) mengatakan barangsiapa yang mempelajari matematika, maka pendapatnya akan kukuh (من تعلم الحساب جزل رايه). (Al-Mawardi, tt: 45-46). Oleh karena itu matematika sangat diperlukan dalam memahami ilmu faraidh. Imam Ghazali (w.505/1111) mengatakan bahwa pengetahuan seseorang yang tidak pernah belajar logika salah satu cabang filsafat adalah tidak bisa diandalkan. (Nurchalis Madjid, 1985: 47).[5]
Sehubungan dengan ini, Imam Syafi’i (150/767-205/820) mengatakan barangsiapa yang mempelajari matematika, maka pendapatnya akan kukuh (من تعلم الحساب جزل رايه). (Al-Mawardi, tt: 45-46). Oleh karena itu matematika sangat diperlukan dalam memahami ilmu faraidh. Imam Ghazali (w.505/1111) mengatakan bahwa pengetahuan seseorang yang tidak pernah belajar logika salah satu cabang filsafat adalah tidak bisa diandalkan. (Nurchalis Madjid, 1985: 47).[5]
E.
Penutup
Ilmu merupakan sebagian
pengetahuan yang mempunyai ciri, tanda, dan syarat tertentu yaitu sistematik,
rasional, empiris, universal, objektif, dapat diukur, terbuka, dan kumulatif.
Sedangkan pengetahuan adalah keseluruhan pengetahuan yang belum tersusun, baik
mengenai metafisik maupun fisik.
Mencari dan menuntut ilmu merupakan
kewajiban bagi seorang muslim baik laki-laki maupun perempuan. Rasululullah
SAW., menjadikan kegiatan menuntut ilmu dan pengetahuan yang dibutuhkan oleh
kaum Muslimin untuk menegakkan urusan-urusan agamanya, sebagai kewajiban yang Fardlu
‘Ain bagi setiap Muslim. Ilmu yang Fardlu Ain yaitu ilmu yang setiap
orang yang sudah berumur aqil baligh wajib mengamalkannya yang mencakup; ilmu
aqidah, mengerjakan perintah Allah, dan meninggalkan laranganNya.
Tentang pentingnya
menuntut ilmu, Imam Syafi‘i dalam kitab Diwan juga menegaskan:
“Barang siapa yang
menghendaki dunia, maka harus dengan ilmu. Barang siapa yang menghendaki
akhirat maka harus dengan ilmu.”
Nasihat Imam Syafi‘i tersebut mengisyaratkan bahwa
kemudahan dan kesuksesan hidup baik di dunia maupun di akhirat dapat dicapai
oleh manusia melalui ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan tidak akan mudah
diperoleh, kecuali dengan beberapa cara dan strategi yang harus dilalui.
Dalam Hadis Nabi SAW menganjurkan Zaid ibn Tsabit
untuk mempelajari bahasa Suryani. Muncul sebuah pertanyaan, kenapa Nabi SAW
menganjurkan sahabat dan sekretaris beliau tersebut mempelajari bahasa Suryani?
Dari sejarah peradaban dapat diketahui bahwa, banyak ilmu-ilmu yunani telah diterjemahkan
ke dalam bahasa Suryani, misalnya filsafat, astronomi, matematika, kedokteran,
dan lain-lain. Ini berarti bahwa, Nabi SAW menganjurkan umat Islam mempelajari
filsafat, astronomi, matematika dan kedokteran yang terdapat dalam bahasa
Suryani tersebut.
Sehubungan dengan ini, Imam Syafi’i (150/767-205/820) mengatakan barangsiapa yang mempelajari matematika, maka pendapatnya akan kukuh (من تعلم الحساب جزل رايه). (Al-Mawardi, tt: 45-46). Oleh karena itu matematika sangat diperlukan dalam memahami ilmu faraidh. Imam Ghazali (w.505/1111) mengatakan bahwa pengetahuan seseorang yang tidak pernah belajar logika salah satu cabang filsafat adalah tidak bisa diandalkan.
Sehubungan dengan ini, Imam Syafi’i (150/767-205/820) mengatakan barangsiapa yang mempelajari matematika, maka pendapatnya akan kukuh (من تعلم الحساب جزل رايه). (Al-Mawardi, tt: 45-46). Oleh karena itu matematika sangat diperlukan dalam memahami ilmu faraidh. Imam Ghazali (w.505/1111) mengatakan bahwa pengetahuan seseorang yang tidak pernah belajar logika salah satu cabang filsafat adalah tidak bisa diandalkan.
DAFTAR ISI
Bahtiar,Amsal.
2012. Filsafat Ilmu. RajaGrafindo
Persada (Rajawali Perss)
https://fathimah1.wordpress.com/2012/12/31/hadis-hadis-tentang-kurikulum-pendidikan/ Diakses pada hari Selasa, 03 Mei 2016, pukul 7:45.
Husaini,Adian.
2013. Filsafat Ilmu. Jakarta:
Gema Insani.
Suja’i
Sarifandi. Ilmu Pengetahuan dalam Perspektif Hadis Nabi. Jurnal
Ushuluddin Vol. XXI No.1, Januari 2014.
[1]
Suja’i
Sarifandi, Ilmu Pengetahuan dalam Perspektif Hadis Nabi, Jurnal
Ushuluddin Vol. XXI No.1, Januari 2014
[2]
Kamus Besar bahasa Indonesia
[3] Adian
Husaini, Filsafat Ilmu, (Jakarta: Gema Insani), hlm. 74
[4]
https://fathimah1.wordpress.com/2012/12/31/hadis-hadis-tentang-kurikulum-pendidikan/ Diakses pada hari
Selasa, 03 Mei 2016, pukul 7:45.
[5]
Suja’i
Sarifandi, Ilmu Pengetahuan dalam Perspektif Hadis Nabi, Jurnal
Ushuluddin Vol. XXI No.1, Januari 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar